Rabu, 23 Januari 2008

Mencitai Allah Dengan Sepenuh Hati

Sewaktu masih kecil Husain (cucu Rasulullah Saw.) bertaya kepada ayahnya, Sayidina Ali ra: "Apakah engkau mencintai Allah?" Ali ra menjawab, "Ya". Lalu Husain bertanya lagi: "Apakah engkau mencintai kakek dari Ibu?" Ali ra kembali menjawab, "Ya". Husain bertanya lagi: "Apakah engkau mencintai Ibuku?" Lagi-lagi Ali menjawab,"Ya". Husain kecil kembali bertanya: "Apakah engkau mencintaiku?" Ali menjawab, "Ya". Terakhir Si Husain yang masih polos itu bertanya, "Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?" Kemudian Sayidina Ali menjelaskan: "Anakku, pertanyaanmu hebat! Cintaku pada kekek dari ibumu (Nabi Saw.), ibumu (Fatimah ra) dan kepada kamu sendiri adalah kerena cinta kepada Allah". Karena sesungguhnya semua cinta itu adalah cabang-cabang cinta kepada Allah Swt. Setelah mendengar jawaban dari ayahnya itu Husain jadi tersenyum mengerti.
Seorang sufi wanita terkenal dari Bahsrah, Rabi'ah Al- Adawiyah (w. 165H) ketika berziarah ke makam Rasul Saw. pernah mengatakan: "Maafkan aku ya Rasul, bukan aku tidak mencintaimu tapi hatiku telah tertutup untuk cinta yang lain, karena telah penuh cintaku pada Allah Swt". Tentang cinta itu sendiri Rabiah mengajarkan bahwa cinta itu harus menutup dari segala hal kecuali yang dicintainya. Bukan berarti Rabiah tidak cinta kepada Rasul, tapi kata-kata yang bermakna simbolis ini mengandung arti bahwa cinta kepada Allah adalah bentuk integrasi dari semua bentuk cinta termasuk cinta kepada Rasul. Jadi mencintai Rasulullah Saw. sudah dihitung dalam mencintai Allah Swt. Seorang mukmin pecinta Allah pastilah mencintai apa apa yang di cintai-Nya pula. Rasulullah pernah berdoa: "Ya Allah karuniakan kepadaku kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang yang mencintai-Mu dan kecintaan apa saja yang mendekatkan diriku pada kecintaan-Mu. Jadikanlah dzat-Mu lebih aku cintai dari pada air yang dingin."
Selanjutnya Rabiah -yang sangat terpandang sebagai wali Allah karena kesalehannya- mengembangkan konsep cinta yang menurut hematnya harus mengikuti aspek kerelaan (ridha), kerinduan (syauq), dan keakraban (uns). Selain itu ia mengajarkan bahwa cinta kepada Tuhan harus mengesampingkan dari cinta-cinta yang lain dan harus bersih dari kepentingan pribadi (dis-interested). Cinta kepada Allah tidak boleh mengharapkan pahala atau untuk menghindarkan siksa, tetapi semata-mata berusaha melaksanakan kehendak Allah, dan melakukan apa yang bisa menyenangkan-Nya, sehingga Ia kita agungkan. Hanya kepada hamba yang mencintai-Nya dengan cara seperti itu, Allah akan menyibakkan diri-Nya dengan segala keindahannya yang sempurna. Rumusan cinta Rabiah dapat di simak dalam doa mistiknya: "Oh Tuhan, jika aku menyembahmu karena takut akan api neraka, maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembahmu karena berharap surga, maka campakanlah aku dari sana; Tapi jika aku menyembahmu karena Engkau semata, maka janganlah engkau sembunyikan keindahan-Mu yang abadi."
Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki derajad/level yang tinggi. "(Allah) mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya." (QS. 5: 54). Dalam tasawuf, setelah di raihnya maqam mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buah dari mahabbah itu sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan lain lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta kepada Allah).
Menurut Sang Hujjatul Islam ini kata mahabbah berasal dari kata hubb yang sebenarnya mempunyai asal kata habb yang mengandung arti biji atau inti. Sebagian sufi mengatakan bahwa hubb adalah awal sekaligus akhir dari sebuah perjalanan keberagamaan kita. Kadang kadang kita berbeda dalam menjalankan syariat karena mazhab/aliran. Cinta kepada Allah -yang merupakan inti ajaran tasawuf- adalah kekuatan yang bisa menyatukan perbedaan-perbedaan itu.
Bayazid Bustami sering mengatakan: "Cinta adalah melepaskan apa yang dimiliki seseorang kepada Kekasih (Allah) meskipun ia besar; dan menganggap besar apa yang di peroleh kekasih, meskipun itu sedikit." Kata-kata arif dari sufi pencetus doktrin fana' ini dapat kita artikan bahwa ciri-ciri seorang yang mencintai Allah pertama adalah rela berkorban sebesar apapun demi kekasih. Cinta memang identik dengan pengorbanan, bahkan dengan mengorbankan jiwa dan raga sekalipun. Hal ini sudah di buktikan oleh Nabi Muhammad Saw., waktu ditawari kedudukan mulia oleh pemuka Quraisy asalkan mau berhenti berdakwah. Dengan kobaran cintanya yang menyala-nyala pada Allah Swt., Rasulullah mengatakan kepada pamannya: "Wahai pamanku, demi Allah seandainya matahari mereka letakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku supaya aku berhenti meninggalkan tugasku ini, maka aku tidak mungkin meninggalkannya sampai agama Allah menang atau aku yang binasa". Ciri kedua dari pecinta adalah selalu bersyukur dan menerima terhadap apa- apa yang di berikan Allah. Bahkan ia akan selalu ridha terhadap Allah walaupun cobaan berat menimpanya.
Jiwa para pecinta rindu untuk berjumpa dan memandang wajah Allah yang Maha Agung.. "Orang orang yang yakin bahwa mereka akan bertemu dengan Tuhan mereka "'(QS. 2: 46). Tentang kerinduan para pecinta terhadap Allah Swt., sufi besar Jalaluddin Rumi menggambarkan dalam matsnawi sebagai kerinduan manusia pada pengalaman mistikal primordial di hari "alastu" sebagai kerinduan seruling untuk bersatu kembali pada rumpun bambu yang merupakan asal muasal ia tercipta. Hidup di dunia merupakan perpisahan yang sangat pilu bagi para pecinta, mereka rindu sekali kepada Rabbnya seperti seseorang yang merindukan kampung halamannya sendiri, yang merupakan asal-usulnya. Jiwa para pecinta selalu dipenuhi keinginan untuk melihat Allah Swt. dan itu merupakan cita-cita hidupnya. Menurut Al-Ghazali makhluk yang paling bahagia di akhirat adalah yang paling kuat kecintaannya kepada Allah Swt. Menurutnya, ar-ru'yah (melihat Allah).merupakan puncak kebaikan dan kesenangan. Bahkan kenikmatan surga tidak ada artinya dengan kenikmatan kenikmatan perjumpaan dengan Allah Swt. Meminta surga tanpa mengharap perjumpaan dengan-Nya merupakan tindakan "bodoh" dalam terminologi sufi dan mukmin pecinta.
"Shalat adalah mi'rajnya orang beriman" begitulah bunyi sabda Nabi Saw. untuk menisbatkan kualitas shalat bagi para pecinta. Shalat merupakan puncak pengalaman ruhani di mana ruh para pecinta akan naik ke sidratul muntaha, tempat tertinggi di mana Rasulullah di undang langsung untuk bertemu dengan-Nya. Seorang Aqwiya (orang-orang yang kuat kecintaannya pada Tuhan) akan menjalankan shalat sebagai media untuk melepaskan rindu mereka kepada Rabbnya, sehingga mereka senang sekali menjalankannya dan menanti-nanti saat shalat untuk waktu berikutnya, bukannya sebagai tugas atau kewajiban yang sifatnya memaksa. Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata: "Ada hamba yang beribadah kepada Allah karena ingin mendapatkan imbalan, itu ibadahnya kaum pedagang. Ada hamba yang beribadah karena takut siksaan, itu ibadahnya budak, dan ada sekelompok hamba yang beribadah karena cinta kepada Allah Swt, itulah ibadahnya orang mukmin". Seorang pecinta akan berhias wangi dan rapi dalam shalatnya, melebihi saat pertemuan dengan orang yang paling ia sukai sekalipun. Bahkan mereka kerap kali menangis dalam shalatnya. Kucuran air mata para pecinta itu merupakan bentuk ungkapan kerinduan dan kebahagiaan saat berjumpa dengan-Nya dalam sholatnya.
Mencintai Allah Swt. bisa di pelajari lewat tanda-tanda-Nya yang tersebar di seluruh ufuk alam semesta. Pada saat yang sama, pemahaman dan kecintaan kepada Allah ini kita manifestasikan ke bentuk yang lebih nyata dengan amal saleh dan akhlakul karimah yang berorientasi dalam segenap aspek kehidupan.
Ada sebuah cerita, seorang sufi besar bernama Abu Bein Azim terbangun di tengah malam. Kamarnya bermandikan cahaya. Di tengah tengah cahaya itu ia melihat sesosok makhluk, seorang Malaikat yang sedang memegang sebuah buku. Abu Bein bertanya: "Apa yang sedang anda kerjakan?" Aku sedang mencatat daftar pecinta Tuhan. Abu Bein ingin sekali namanya tercantum. Dengan cemas ia melongok daftar itu, tapi kemudian ia gigit jari, namanya tidak tercantum di situ. Ia pun bergumam: "Mungkin aku terlalu kotor untuk menjadi pecinta Tuhan, tapi sejak malam ini aku ingin menjadi pecinta manusia". Esok harinya ia terbangun lagi di tengah malam. Kamarnya terang benderang, malaikat yang bercahaya itu hadir lagi. Abu Bein terkejut karena namanya tercantum pada papan atas daftar pecinta Tuhan. Ia pun protes: "Aku bukan pecinta Tuhan, aku hanyalah pecinta manusia". Malaikat itu berkata: "Baru saja Tuhan berkata kepadaku bahwa engkau tidak akan pernah bisa mencintai Tuhan sebelum kamu mencintai sesama manusia".
Mencintai Allah bukan sebatas ibadah vertikal saja (mahdhah), tapi lebih dari itu ia meliputi segala hal termasuk muamalah. Keseimbangan antara hablun minallah dan hablun minannas ini pernah di tekankan oleh Nabi Saw. dalam sebuah hadits qudsi: "Aku tidak menjadikan Ibrahim sebagai kekasih (khalil), melainkan karena ia memberi makan fakir miskin dan shalat ketika orang-orang terlelap tidur". Jadi cinta kepada Allah pun bisa diterjemahkan ke dalam cinta kemanusiaan yang lebih konkrit, misalnya bersikap dermawan dan memberi makan fakir miskin. Sikap dermawan inilah yang dalam sejarah telah di contohkan oleh Abu bakar, Abdurahman bin Auf, dan sebagainya. Bahkan karena cintanya yang besar kepada Allah mereka memberikan sebagian besar hartanya dan hanya menyisakan sedikit saja untuk dirinya. Mencintai Allah berarti menyayangi anak-anak yatim, membantu saudara saudara kita yang di timpa bencana, serta memberi sumbangan kepada kaum dhuafa dan orang lemah yang lain. Dalam hal ini Rasulullah Saw. pernah bersabda ketika ditanya sahabatnya tentang kekasih Allah (waliyullah). Jawab beliau: "Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah, dengan ruh Allah, bukan atas dasar pertalian kerluarga antara sesama mereka dan tidak pula karena harta yang mereka saling beri." Menurut Nurcholish Madjid, yang di tekankan dalam sabda Nabi tersebut adalah perasaan cinta kasih antar sesama atas dasar ketulusan, semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Cinta Antara harapan Dan Kenyataan

EPISODE 1
Saat Fulanah masih seorang gadis, yang ada di benaknya dan yangkemudian menjadi tekadnya adalah keinginan menjadi isteri shalihatyang taat dan selalu tersenyum manis. Pendeknya, ingin memberikanyang terbaik bagi suaminya kelak sebagai jalan pintas menuju surga.Tekad itu diperolehnya setelah mengikuti berbagai 'tabligh', ceramah,dan seminar keputerian serta membaca sendiri berbagai risalah. Bahkanbanyak pula ayat Al-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan hal itutelah dihafalnya, seperti "Ar Rijalu qowwamuna alan nisaa'...","Faso-lihatu qonitatu hafizhotu lilghoibi bima hafizhallah..." (QS. An-Nisaayat 34). Juga Hadits :"Ad dunya mata', wa khoiru mata'iha al mar'atussholihat." (dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalahisteri sholihat). Atau, hadits "Wanita sholihat adalah yang menyenangkanbila dipandang, taat bila disuruh dan menjaga apa-apa yang diamanahkanpadanya. Begitu pula hadits "Jika seorang isteri sholat lima waktu,shaum di bulan Ramadhan dan menjaga kehormatan dirinya serta suaminyadalam keadaan ridha padanya saat ia mati, maka ia boleh masuk surgalewat pintu yang mana saja. (HR Ahmad dan Thabrani). Hadits yang beratdan seram pun dihafalnya, "Jika manusia boleh menyembah manusia lainnya,maka aku perintahkan isteri menyembah suaminya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi,Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia serta qona'ah seperti Kha-dijah r.a. benar-benar terpatri kuat di benak Fulanah dan jelas inginditirunya. Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan ia mendapat jodohseorang Muslim yang sholih, 'alim dan berkomitmen penuh pada Islam,Fulanah pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmatdan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihaddan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.EPISODE 2Tatkala Fulan masih menjadi seorang jejaka, ia sering membatin, ber-angan-angan, dan bercita-cita membentuk rumah tangga Islami denganseorang Muslimah sholihat yang menyejukkan hati dan mata. Alangkahbahagianya menjadi seorang suami dan seorang "qowwam" yang "qooiminbi nafsihi wa muuqimun lil ghoirihi" (tegak atas dirinya dan mampumenegakkan orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya). Juga menjadi'imam yang adil' yang akan memimpin dan mengarahkan isteri dan anak-anaknya.Alangkah menenangkannya mempunyai seorang isteri yang akan dijaganyalahir dan batin, dilindungi dan disayanginya karena ia adalah amanahAllah SWT yang telah dihalalkan baginya dengan dua kalimat Allah SWT.Ia bertekad untuk mempergauli isterinya dengan ma'ruf (QS An-Nisa:19)dan memperhatikan hadits Rasulullah SAW tentang kewajiban-kewajibanseorang suami. "Hanya laki-laki mulialah yang memuliakan wanita.""Yang paling baik di antara kamu, wahai mu'min, adalah yang palingbaik perlakuannya terhadap isterinya. Dan akulah (Muhammad SAW) yangpaling baik perlakuannya terhadap isteri-isteriku." "Wanita sepertitulang rusuk manakala dibiarkan ia akan tetap bengkok, dan manakaladiluruskan secara paksa ia akan patah." (HR. Bukhari dan Muslim)Fulan pun bertekad meneladani Rasulullah SAW yang begitu sayang danlembut pada isterinya. Tidak merasa rendah dengan ikut meringankanbeban pekerjaan isteri seperti membantu menyapu, menisik baju dansekali-sekali turun ke dapur seperti ucapan Rasulullah kepada Bilal :"Hai Bilal, mari bersenang-senang dengan menolong wanita di dapur."Karena Rasulullah suka bergurau dan bermain-main dengan isteri sepertiberlomba lari dengan Aisyah r.a. (HR Ahmad), maka ia pun berkeinginanmeniru hal itu serta menyapa isteri dengan panggilan lembut 'Dik' atau'Yang'.EPISODE-EPISODE SELANJUTNYA Fulan dan Fulanah pun ditakdirkan Allah SWT untuk menikah. Pasanganyang serasi karena sekufu dalam dien, akhlaq, dan komitmen denganIslam.Waktu pun terus berjalan. Dan walaupun tekad dan cita-cita terusmembara, kin banyak hal-hal realistis yang harus dihadapi. Sifat,karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran serta perbedaan latarbelakang keluarga yang semula mudah terjembatani oleh kesatuan iman,cita-cita, dan komitmen ternyata lambat laun menjadi bahan-bahanperselisihan. Pertengkaran memang bumbunya perkawinan, tetapi manakalabumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya menjadi tajam dantak enak lagi.Ternyata, segala sesuatunya tak seindah bayangan semula. Antara harapandan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang dilaluiternyata pendek dan singkat saja. Cukup banyak onak dan duri siapmenghadang. Sehabis meneguk madu, ternyata 'brotowali' yang pahitpunharus diteguk. Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan harusdihadapi secara realistis oleh pasangan mujahid dan mujahidah sekalipun.Allah tak akan begitu saja menurunkan malaikat-malaikat untuk menyelesai-kan setiap konflik yang dihadapi. "Innallaha laa yughoyyiru ma biqoumihatta yughoyyiru maa bi anfusihim" (QS Ar-Raad : 6).Ada seorang isteri yang mengeluhkan cara bicara suaminya terutama jikamarah atau menegur, terdengar begitu 'nyelekit'. Ada pula suami yangmengeluh karena dominasi ibu mertua terlalu besar. Perselisihan dapattimbul karena perbedaan gaya bicara, pola asuh, dan latar belakangkeluarganya. Kejengkelan juga mulai timbul karena ternyata suamibersikap 'cuek', tidak mau tahu kerepotan rumah tangga, karena berang-gapan "itu khan memang tugas isteri." Sebaliknya, ada suami yang kesalkarena isterinya tidak gesit dan terampil dalam urusan rumah tangga,maklum sebelumnya sibuk kuliah dan jadi 'kutu buku' saja.Fulan pun mulai mengeluh. Ternyata isterinya tidak se-"qonaah" yangdiduganya, bahkan cenderung menuntut, kurang bersahaja dan kurangbersyukur. Fulanah sebaliknya. Ia mengeluh, sang suami begitu iritbahkan cenderung kikir, padahal kebutuhan rumah tangga dan anak-anakterus meningkat.Seorang sahabat Fulan juga kesal karena isterinya sulit menerimakeadaan keluargan. Sebab musababnya sih karena perbedaan statussosial, ekonomi dan adat istiadat. Kekesalannya bertambah-tambahkarena dilihatnya sang isteri malas meningkatkan kemampuan intelek-tual, manajemen rumah tangga, serta kiat-kiat mendidik anak. Sebaliknya,sang isteri menuduh suaminya sebagai "anak mama" yang kurang mandiri dantidak memberi perhatian yang cukup pada isteri dan anak-anaknya. Belumlagi problem yang akan dihadapi pasangan-pasangan muda yang masih tinggalmenumpang di rumah orang tua. Atau di dalam rumah mereka ikut tinggalkakak-kakak atau adik-adik ipar. Kesemua keadaan itu potensial mengundangkonflik bila tidak bijak-bijak mengaturnya.Kadang-kadang semangat seorang Muslimah untuk da'wah keluar rumah terlaluberlebihan. Tidak "tawazun". Hal ini dapat menyebabkan seorang suamimengeluh karena terbebani dengan tugas-tugas rumah tangga yang seabreg-abreg dan mengurus anak-anak. Selanjutnya, ada pula Muslimah yang terlalubanyak menceritakan kekurangan suaminya, kekecewaan-kekecewaannya padasuaminya. Padahal ia sendiri kurang instrospeksi bahwa ia sering lupamelihat kebaikan dan kelebihan suaminya.Ada suami yang begitu "kikir" dalam memuji, kurang "sense of humor" dan"sedikit" berkata lembut pada isteri. Kalau ada kebaikan isteri yangdilihatnya, disimpannya dalam hati, tetapi bila ia melihat kekurangansegera diutarakannya. Bahkan ada pula pasangan suami-isteri yang memilikiproblem "hubungan intim suami-isteri". Mereka merasa tabu untuk membica-rakannya secara terus terang di antara mereka berdua. Padahal akibatnyamenghilangkan kesakinahan rumah tangga.Kalau mau dideretkan dan diuraikan lagi, pasti daftar konflik yang terjadidi antara pasangan suami-isteri muda Muslim dan Muslimah akan lebih panjanglagi. Memang, persoalan-persoalan tidak begitu saja hilang. Rumah tanggatidak pasti akan berjalan mulus tanpa konflik hanya dengan kesamaan fikrahdan cita-cita menegakkan Islam. Mereka yakni Fulan dan Fulanah cs tetapmanusia-manusia biasa yang bisa membuat kekhilafan dan tidak lepas darikekurangan-kekurangan. Dan mereka pun pasti mengalami juga fluktuasi iman.Pasangan yang bijak dan kuat imannya akan mampu istiqomah dan lebih punyakemampuan menepis badai dengan menurunkan standar harapan. Tidak perluberharap muluk-muluk seperti ketika masih gadis atau jejaka. Karena,ternyata kita pun belum bisa mewujudkan tekad kita itu. Sebagai Muslimdan Muslimah hendaknya kita sadar, tidak mungkin kita dapat menjadi isteriatau suami yang sempurna seperti bidadari atau malaikat. Maka kita puntentunya tidak perlu menuntut kesempurnaan dari suami atau isteri kita."Just the way you are" lah. Kita terima pasangan hidup kita seadanya,lengkap dengan segala kekurangan (asal tidak melanggar syar'i) dankelebihannya. Kita memang berasal dari latar belakang keluarga, kebia-saan, dan karakter yang berbeda, walau tentunya dien, fikrah, dan cita-cita kita sama. Pada saat ghirah tinggi, iman dalam kondisi puncak,"Prima", semua perbedaan seolah sirna. Namun pada saat "ghirah" turun,iman menurun, semua perbedaan itu menyembul ke permukaan, mengganjal,mengganggu, dan menyebalkan. Akibatnya tidak terwujud sakinah.Kiat utama mengatasi permasalahan dalam rumah tangga, tentunya setelahberdoa memohon pertolongan Allah SWT dan mau ber "muhasabah" (introspeksi),adalah mengusahakan adanya komunikasi yang baik dan terbuka antara suami-isteri. Masalah yang timbul sedapat mungkin diselesaikan secara interndulu di antara suami-isteri dengan pembicaraan dari hati ke hati. "Uneg-uneg" yang ada secara fair dan bijak diungkapkan.Selanjutnya, yang memang bersalah diharapkan tidak segan-segan mengakuikesalahan dan meminta maaf. Yang dimintai maaf juga segera mau memaafkandan tidak mendendam. Masing-masing pihak berusaha keras untuk tidakmengadu ke orang tua, atau orang lain. Jadi tidak membongkar atau membe-berkan aib dan kekurangan suami atau isteri. Hal lain yang perlu diper-hatikan adalah tidak membandingk-bandingkan suami atau isteri denganorang lain, karena itu akan menyakitkan pasangan hidup kita. Setelah itu,masing-masing juga perlu 'waspada' agar tidak terbiasa kikir pujian danroyal celaan.Jika terpaksa, kadnag-kadang memang diperlukan bantuan pihak ketiga(tetapi pastikan yang dapat dipercaya keimanan dan akhlaqnya) untukmembantu melihat permasalahan secara lebih jernih. Kadang-kadang"kacamata" yang kita pakai sudah begitu buram sehingga semua kebaikanpasangan hidup kita menjadi tidak terlihat, bahkan yang terlihatkeburukannya saja. Orang lain yang terpercaya InsyaAllah akan bisamembantu menggosok 'kacamata' yang buram itu. Alhamdulillah ada yangtertolong dengan cara ini dan mengatakan setelah konflik terselesaikanmereka pun berbaikan lagi seperti baru menikah saja ! Layaknya !Dengan berikhtiar maksimal, bermujahadah, dan bersandar pada Allah SWT,InsyaAllah kita dapat mengembalikan kesakinahan dan kebahagiaan rumahtangga kita, serta kembali bertekad menjadikan jihad dan syahid sebagaitujuan kita berumah tangga. Amiin yaa Robbal'aalamiin.Wallahu a'lam bishowab.

Cerita hari ini

Raja Main Catur
Raja Tabistan sedang main catur dengan seorang lelaki bernama Davamand. Tak lama kemudian, Davadman menjalankan buah caturnya dan berteriak. "Skak,"serunya. Raja pun terkalahkan. Raja sangt marah pada Davamand. Ia melempari satu demi satu buah caturnya di depannya ke kepala Davamand. "Makan tuh skakmu," katanya berang. Davamand tetep tenang meski kepalnya tertimpuk buah catur. "Terima kasih yang mulia," katanya menyahut. Rupanya raja tak puas atas kekalahannya. Dia menantang Davamand sekali lagi. Karena tak berdaya, Davamand patuh. Tubuhnya bergetar saat mulai memindahkan buah caturnya. Satu demi satu buah caturnya memakan buah catur raja. Ia kembali menang lagi. Nasmun sebelum sempat meneriakkan skak, ia lari terbirit-birit dan bersembunyi di bawah tujuh lapis permadani. "Hei apa yang kau lakukan. Ada apa ini," seru raja. "Skak, skak, dan skak, Yang Mulia Raja Tabistan."
Terjebak Guci Khurram, tokoh bodoh dari cerita persia satu kali sedang duduk santai pada sore hari yang hangat. Istrinya tiba-tiba menawarkan diri untuk membuatkan masakan istimewa kesukaannya. Makanan itu berupa roti dengan kacang-kacangan di tengahnya. Mendengar tawaran itu Khurram melonjak bangun dari duduknya. "Ah, aku akan membantumu menyiangi kacang," katanya. Dia segera lari ke dapur dan mengambil guci tempat menyimpan kacang. Dia masukkan tangannya tapi tak bisa mengeluarkannya. Tangan nya terjepit leher guci yang sempit. Ia berusaha keras mengeluarkan tangannya dari guci. Semakin keras mengeluarkan tangannya makin sulit. Semakin keras ia menarik, tangannya makin sakit. Dan bukannya bebas, tangannya masih tetap terjepit. Ia mulai kesakiatan dan berteriak memanggil istrinya. Tapi, pertolongan istrinya tak membantu. Istrinya berteriak memanggil tetangga dan tetangga berdatangan. Mereka melihat tubuh Khurram basah oleh keringat dingindan wajahnya memerah menahan sakit. Salah seorang yang tak pernah di kenal menawarkan diri membantu. " Kau harus menuruti kata-kataku. Tak boleh membantah sedikitpun." Karena putus asa, khurram yang semula enggan mnerima saran orang lain bersedia. "Asal tangan ku bisa bebas dari leher guci ini, apapun kata-katamu akan aku ikuti." "Sekarang masukkan tanganmu lebih dalam ke guci." Khurram protes karena ia sedang ingin mengeluarkan tangannya dari guci dan bukan mendorongnya makin dalam. Namun ia mengikuti perintah orang tertsebut. "Sekarang buka genggamanmu," kata pria itu. "Bagaimana dengan kacang yang aku ambil," kata Khurram. "Pokoknya lepaskan saja." Khurram menurut. Pria itu juga menyuruh khurram mengecilkan genggaman tangannya hingga sermuanya keluar. "Sekarang bagaimana aku bisa mengeluarkan kacang," kata Khurram. Pria itu membalikkan guci dan keluarlah kacang yagnm diminta Khurram. "Ah, hebat sekali. Apakah kau pesulap."
Kisah Segantang kacang dan cuka
Suatu hari seorang tukang sepatu sakit perut. Perih pada lambung membuat ia merasa panas dingin. Ia berlari menuju dokter terdekat. Setelah memeriksa secara keseluruhan dokter tak menemukan sumber rasa sakit. Karena itu ia tak dapat merekomendasikan obat bagi tukang sepatu yang sedang kesakitan. Namun, tukan gsepatu memohon, "Tak adakah obat untuk sakitku ini?" ujarnya. "Sayang sekali, saya tak bisa menolong," kata dokter itu. Dengan harapan menahan nafaas , tukan gsepatu itu berkata,"Kalau begitu saya hanya punya satu harapan. Saya akan memasak segantang buncis dengan satu gentong cuka dan memakannya sekaligus. Mungkin itu menjadi santapan malam terakhir." Dokter terperanjat mendenganr jawaban tersebut. Sembari mengangkat bahu ia pun berujar,"Saya tak yakin dengan idemu. Tapi jika kau berfikir cara itu berhasil lakukanlah." Semalam dokter itu berjaga. Ia menunggu tukang kayu datang mengetuk pintunya karen salah makan obat. Betapa terkejutnya ia melihat tukang kayu itu esok hari datang dengan wajah cerahtanpa keluhan. Lantas dokter itu menulis dalam catatan hariannya,"Hari ini, seorang pasien datang dan saya tak bisa menyembuhkan penyakitnya. Ia sembuh setelah makan segantang kacang dengan segenong cuka." Beberapa hari berselang, dokter itu didatangi seorang penjahit. Keluhannya sama persis dengan tukang kayu. Karena itu dokter kembali mengatakan tak bisa menyembuhkannya. Tapi kali ini ia memberi tahu tindakan yan gdilakukan tukang kayu. "Saya tak bissa membuatkan resep obat karena tak tahu sumber penyakit n gkau derita. Tapi, beberapa hari lalu ada pasien dengan keluhan sama. Ia sembuh setelah makan segantang kacang dan segentong cuka. Mungkinn kau mau mencoba." Penjahit pulang ,elakukan sebagaimana yang diceritakandokter. Malam harinya, ia harus kembali ke dokter itu dengan rasa sakit yang lebih hebat. Dokter itu menulis lagi dalam catatn hariannya. "Hari ini penjahit datang dengan keluhan yang sama. Tapi, ia hampir sekarat setelah makan segantang kacang dan segentong cuka."
Tiga Ikan Tiga ekor ikan hidup di sebuah kolam.
Satu terbilang cerdas, satu setengah cerdas dan satu lagi tidak cerdas. Ketiganya hidup rukun dan selalu seiring sejalan dimanapun dan kapan pun mereka berada. Suatu hari seorang nelayan datang kekolam mereka. Noddy, nama si nelayan itu membawa jaring penangkap ikan. Ikan cerdas melihatnya dari balik air. Berdasarkan pengalaman, kisah-kisah yang pernah ia dengar serta kecerdasannya dia memutuskan untuk segera bertindak. "Ada beberapa tempat persembunyian dikolam ini,"bisiknya dalam hati. "Saya akan pura-pura mati." Dia berkonsentrasi, mengumpulkan tenaga dan melompat keluar kolam dan mendarat di kaki Noddy. Nelayan itu kaget setengah mati. Ikan cerdas terus menahan nafas. Menduga ikan itu telah mati, Noddy melempar ikan itu ke kolam. Ikan ke dua, setengah cerdas, tidak pahami apa yang terjadi. Dia berenang mendekati ikan cerdas dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. "Sederhana saja, " kata ikan cerdas, "saya pura-pura mati dan dia melemparku kembali ke air." Setelah paham, ikan setengah cerdas itu melompat dan jatuh ke dekat kaki nelayan. "Aneh," Noddy berpikir, "ikan-ikan kok melompat keluar ya." Karena setengah cerdas ikan ke dua lupa untuk menahan napas. Nelayan menduga dia masih hidup. Ikan dipungut dan dimasukkan ke kantung ikannya. Nelayan Noddy mendekat ke tepi kolam. Karena masih bingung dia lupa menutup kantung ikan. Melihat peluang terbuka, ikan ke dua segera melompat dan jatuh kembali ke kolam. Dia senang dan segera menuju persembunyian ikan pertama. Kini, giliran ikan ketiga. Karena tidak cerdas dia tidak bisa berbuat banyak. Dia bertanya dan mendapat dua versi keterangan yang berbeda, hanya saja dia menangkap ada persamaan bahwa pentingnya agar tidak bernafas agar diduag mati. "Terima kasih, sekarang saya paham kenapa kalian selamat," ungkap ikan ketiga pelan. Dengan susah payah dia berusaha melompat keluar. Setelah beberapa kali akhirnya berhasil juga mendekati tanah disamping Noddy. Kini Noddy kesal udah dua kali ikan lolos karena dia ceroboh . Tanpa pikir panjang ikan ketiga di masukkan ke kantong ikan dan menutupnya. "Mati atau masih hidup tidak penting lagi. Semuanya sama-sama halal kok." Nelayan pulan gmembawa ikan ketiga kerumah. Entah karena terlalu lama menahan nafas atau karena bodohnya, ikan ketiga benar-benar tewas. Dua temannya yang cerdas dan setengah cerdas kembali hidup tenang di kolam bebas.
Uji kecerdasan dan ketajaman
Raja Amar Singha suatu hari ingin merekrut dua orang di kerajaannya. Dia ingin orang itu cerdas dan terpercaya. Siapa pun terbuka menduduki jaban itu asal memenuhi persyaratan: cerdas dan pandai membedakan beberapa benda yang mirip. Untuk itu ia dia menyiapkan arca emas yang punya berat dan penampilan yang sama. Rana Roy, orang dalam dan dikenal cerdas dan tajam pemikirinnya, maju. Setelah diamati beberapa saat dia tdakmenemukan satu pun perbedaan. "Semuanya mirip. Saya tak menemukan perbedaannya. Ketiganya sama-sama bernilai." Suatu hari, datang seorang anak muda. Namanya Furqon. Dia konon manatan orang terpenjara gara-gara ketajaman lidahnya. Tiga patung emas itu kembali dihadirkan. Furqon tampak mengamatinya dengan cermat dan hati-hati. Setelah beberapa saat, di tertarik mengmati lubang kecil di bagian telinga arca pertama. Dengan kawat perak, di amenusuk lubang telinga arca samapai sedalam-dalamnya. Arca ternyata mempunyailubang telinga yang tersambung dengan hanya sampai rongga mulut. Yang kedua ternyata sampai menembus ke telinga sebelahnya. Yang ketiga lubang telinganya samapai masuk ke bagian perut. "yang mulia," kata furqon, "dengan izin Allah saya bisa memecahkan teka-teki arca ini." "Oh, ya. Coba jelaskan," jawab raja. Dengna tenang dan lantang, Furqon pun menjelaskan satu persatu perbedaan masing-masing arca serta teka-tekinya. "Arca pertama mengingatkankita pada orang yang hobbynya membicarakn apa yang dia dengar." Arca kedua,jelasnya menggambarkan orang yang apatis,ndableg dan sulit menerima nasihat. Apa yang dia dengar hanya masuk telinga kanan dan kemudian keluar telinga kiri. Tak ada nasihat yang membekas pada dirinya. Yang ketiga adalah orang yang suka menjaga amanah. Dia seperti orang yang selalu menjaga telinga dan mulutnya. Tak semua yang dia dengaraka di keluarkan, kecuali ada manfaatnya. Dia juga pandai menjaga rahasia. Apa yang didengarnya disimpanny. Ia berkata jika melihat kemaslahakatan atau bicara yang bisa mencegah kemudharatan. Untuk mencari orang kepercayaan,sekarang anda timbang mana yang hendak dipilih. Orang yang tidak bisa menjaga lidah? Orang yang menganggap kata-kata itu sama dengan angin yang berhembus tanpa makna? Atau orang yang pandai menjaga lisan dan telinga, serta amanat terhadap tanggungjawabnya ?

Minggu, 20 Januari 2008

Sang Raja Dan Anak Miskin

SANG RAJA DAN ANAK MISKIN

Sendirian saja, orang tidak akan bisa menempuh jalan dalam
perjalanan batinnya. Kau tidak usah mencoba menempuhnya
sendirian, sebab harus ada pembimbingmu. Yang kita sebut
raja adalah pembimbing, dan anak miskin itu Si Pencari.

Dikisahkan, Raja Mahmud dan tentaranya terpisah. Ketika
sedang mengendarai kudanya kencang-kencang, dilihatnya
seorang anak lelaki kecil berada di tepi sungai. Anak itu
telah menebarkan jalanya ke sungai dan tampaknya sangat
murung.

"Anakku," kata Sang Raja, "kenapa kau murung? Tak pernah
kulihat orang semurung kau itu."

Anak lelaki itu menjawab, "Hamba salah seorang dari tujuh
bersaudara yang tidak berayah lagi. Kami hidup bersama ibu
kami dalam kemelaratan dan tanpa bantuan siapapun. Hamba
datang kemari setiap hari, memasang jala mencari ikan, agar
ada yang dimakan setiap malam. Kalau hamba tak menangkap
seekor ikanpun pada siang hari, malamnya kami tak punya
apa-apa."

"Anakku," kata Sang Raja, "bolehkah aku membantumu?" Anak
itu setuju, dan Rajapun melemparkan jala yang, karena
sentuhan kewibawaannya, menghasilkan seratus ikan."

Catatan

Oleh orang-orang yang belum luas pengetahuannya, sistem
metafisika sering dikira sebagai menolak nilai "benda
duniawi" atau, sebaliknya, menjanjikan melimpahnya
keuntungan kebendaan.

Namun, dalam Sufisme "hal-hal baik" yang dicapai tidak
selalu kiasan atau sama sekali harafiah. Kisah perumpamaan
ini berasal dari Faridudin Attar, dicantumkannya dalam
Parlemen Burung, dan dipergunakan dalam pengertian baik
harafiah maupun perlambangan. Menurut para darwis; seseorang
bisa mendapatkan kekayaan kebendaan dengan jalan Sufi,
apabila hal itu demi keuntungan Jalan dan juga dirinya
sendiri. Disamping itu, ia pun akan mendapatkan kepuasan
rohani sesuai dengan kemampuannya mempergunakan hal itu
dengan cara yang benar.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

Pintu Surga

PINTU SORGA

Jaman dahulu adalah seorang lelaki yang baik hatinya. Ia
telah menjalani hidupnya dengan melakukan segala hal yang
memungkinkan orang masuk sorga. Ia memberi harta kepada si
miskin, ia mencintai sesamanya, dan ia mengabdi kepada
mereka. Karena mengingat pentingnya kesabaran, ia senantiasa
bertahan terhadap kesulitan yang besar dan tak diduga-duga,
sering itu semua demi kebahagiaan orang lain. Iapun
mengadakan perjalanan jauh-jauh untuk mendapatkan
pengetahuan. Kerendahhatian dan perilakunya yang pantas
ditiru begitu dikenal sehingga ia dipuji-puji sebagai
seorang yang bijaksana dan warga yang baik; pujian itu
terdengar mulai dari Timur sampai ke Barat, Utara sampai ke
Selatan.

Segala kebaikan itu memang dijalankan --selama ia ingat
melakukannya. Namun ia memiliki kekurangan, yakni kurang
perhatian. Kecenderungan itu memang tidak berat, dan
ditimbang dengan kebaikannya yang lain, hal itu merupakan
cacat kecil saja. Ada beberapa orang miskin yang tak
tertolongnya, sebab selalu saja ia kurang memperhatikan
kebutuhan mereka itu. Kasih sayang dan pengabdian pun
kadang-kadang terlupakan apabila yang dipikirkannya sebagai
kebutuhan pribadi muncul dalam dirinya.

Ia suka sekali tidur. Dan kadang-kadang kalau ia sedang
tidur, kesempatan mendapatkan pengetahuan, atau memahaminya,
atau melaksanakan kerendahhatian, atau menambah jumlah
tindakannya yang terpuji kesempatan semacam itu lenyap
begitu saja, tak akan kembali lagi.

Wataknya yang baik meninggalkan bekas pada dirinya; begitu
juga halnya dengan wataknya yang buruk, yakni kurangnya
perhatian itu.

Dan kemudian ia meninggal. Menyadari dirinya berada di balik
kehidupan ini, dan sedang berjalan menuju pintu-pintu Taman
Berpagar, orang itu istirahat sejenak. Ia mendengarkan
kata-hatinya. Dan ia merasa bahwa kesempatannya memasuki
Gerbang Agung itu cukup besar.

Disaksikannya gerbang itu tertutup; dan kemudian terdengar
suara berkata kepadanya, "Siagalah selalu; sebab gerbang
hanya terbuka sekali dalam seratus tahun." Ia pun duduk
menunggu, gembira membayangkan apa yang akan terjadi. Namun,
jauh dari kemungkinan untuk menunjukkan kebaikan terhadap
manusia, ternyata ia menyadari bahwa kemampuannya untuk
memperhatikan tidak cukup pada dirinya. Setelah siaga terus
selama waktu yang rasanya sudah seabad kepalanya
terkantuk-kantuk. Segera saja pelupuk matanya tertutup. Dan
pada saat yang sekejap itu, gerbangpun terbuka. Sebelum mata
si lelaki itu terbuka sepenuhnya kembali, gerbang itupun
tertutup: dengan suara menggelegar yang cukup dahsyat untuk
membangunkan orang-orang mati.

Catatan

Kisah ini merupakan bahan pelajaran darwis yang disenangi;
kadang-kadang disebut "Parabel Tentang Kurangnya Perhatian,"
Meskipun terkenal sebagai kisah rakyat, asal-usulnya tak
diketahui. Beberapa orang menganggapnya ciptaan Hadrat Ali,
Kalifah Keempat. Yang lain mengatakan bahwa kisah itu begitu
penting, sehingga tentunya diucapkan sendiri oleh Nabi,
secara rahasia. Jelas kisah ini tidak terdapat dalam Hadits
Nabi.

Bentuk sastra yang kita pilih ini berasal dari seorang
darwis tak dikenal dari abad ketujuh belas, Amil Baba, yang
naskah-naskahnya menekankan bahwa "pengarang sejati adalah
orang yang karyanya tak bernama (anonim), sebab dengan cara
itu tak ada yang berdiri antara pelajar dan yang
dipelajarinya."

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

Tiga Cincin Berlian

Pada zaman dahulu, ada seorang bijaksana dan sangat kaya
yang mepunyai seorang anak laki-laki. Katanya kepada
anaknya, "Ini cincin permata. Simpanlah sebagai bukti bahwa
kau ahli warisku, dan nanti wariskan kepada anak-cucumu.
Harganya mahal, bentuknya indah, dan memiliki kemampuan pula
untuk membuka pintu kekayaan."

Beberapa tahun kemudian, Si Kaya itu mempunyai anak
laki-laki lagi. Ketika anak itu sudah dewasa, ayahnya
memberi pula cincin serupa, disertai nasehat yang sama.

Hal yang sama juga terjadi atas anak laki-lakinya yang
ketiga, yang terakhir.

Ketika Si Tua sudah meninggal dan anak-anaknya menjadi
dewasa, masing-masing mengatakan keunggulannya sehubungan
dengan cincin yang dimilikinya. Tak ada seorangpun yang bisa
memastikan cincin mana yang paling berharga.

Masing-masing anak mempunyai pengikut, yang menyatakan
cincinnya memiliki nilai dan keindahan lebih unggul.

Namun kenyataan yang mengherankan adalah bahwa pintu
kekayaan itu selama ini masih juga tertutup bagi pemilik
cincin itu, juga bagi pengikutnya terdekat. Mereka tetap
saja meributkan hak yang lebih tinggi, nilai, dan keindahan
sehubungan dengan cincin tersebut.

Hanya beberapa orang saja yang mencari pintu kekayaan Si Tua
yang sudah meninggal itu. Tetapi cincin-cincin itu memiliki
kekuatan magis juga. Meskipun disebut kunci, cincin-cincin
itu tidak bisa langsung dipergunakan membuka pintu kekayaan.
Sudah cukup kalau diperhatikan saja, salah satu nilai dan
keindahannya tanpa rasa persaingan atau rasa sayang yang
berlebihan. Kalau hal itu dilakukan, orang yang melihatnya
akan bisa mengatakan tempat kekayaan itu, dan dapat
membukanya dengan hanya menunjukkan lingkaran cincin itu.
Harta itu pun memiliki nilai lain: tak ada habisnya.

Sementara itu para pembela ketiga cincin itu
mengulang-ngulang kisah leluhurnya tentang manfaatnya,
masing-masing dengan cara yang agak berbeda.

Kelompok pertama beranggapan bahwa mereka telah menemukan
harta itu.

Yang kedua berpikir bahwa kisah itu hanya ibarat saja.

Yang ketiga menafsirkannya sebagai kemungkinan membuka pintu
kearah masa depan yang dibayangkan sangat jauh dan terpisah.

Catatan

Kisah ini, yang oleh beberapa pihak dianggap mengacu ke tiga
agama: Judaisme, Kristen, dan Islam, muncul dalam
bentuk-bentuk yang berbeda dalam Gesta Romarzorum dan karya
Boccacio Decameron.

Versi di atas itu konon merupakan jawaban salah seorang guru
Sufi
Suhrahwardi, ketika ditanya mengenai kebaikan pelbagai
agama. Beberapa penanggap beranggapan ada unsur-unsur dalam
kisah ini yang menjadi sumber karya Swift, Tale of a Tub
'Kisah sebuah Bak mandi.'


------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

Isa dan Orang-Orang yang bimbang

ISA DAN ORANG-ORANG BIMBANG

Diceritakan oleh Sang Guru Jalaludin Rumi dan yang
lain-lain, pada suatu hari Isa, putra Mariam, berjalan-jalan
di padang pasir dekat Baitulmukadis bersama-sama sekelompok
orang yang masih suka mementingkan diri sendiri.

Mereka meminta dengan sangat agar Isa memberitahukan kepada
mereka Kata Rahasia yang telah dipergunakannya untuk
menghidupkan orang mati. Isa berkata, "Kalau kukatakan itu
padamu, kau pasti menyalahgunakannya."

Mereka berkata, "Kami sudah siap dan sesuai untuk
pengetahuan semacam itu; tambahan lagi, hal itu akan
menambah keyakinan kami."

"Kalian tak memahami apa yang kalian minta," katanya -tetapi
diberitahukannya juga Kata Rahasia itu.

Segera setelah itu, orang-orang tersebut berjalan di suatu
tempat yang terlantar dan mereka melihat seonggok tulang
yang sudah memutih. "Mari kita uji keampuhan Kata itu," kata
mereka, Dan diucapkanlah Kata itu.

Begitu Kata diucapkan, tulang-tulang itupun segera
terbungkus daging dan menjelma menjadi seekor binatang liar
yang kelaparan, yang kemudian merobek-robek mereka sampai
menjadi serpih-serpih daging.

Mereka yang dianugerahi nalar akan mengerti. Mereka yang
nalarnya terbatas bisa belajar melalui kisah ini.

Catatan

Isa dalam kisah ini adalah Yesus, putra Maria. Kisah ini
mengandung gagasan yang sama dengan yang ada dalam Magang
Sihir, dan juga muncul dalam karya Rumi, di samping selalu
muncul dalam dongeng-dongeng lisan para darwis tentang
Yesus. Jumlah dongeng semacam itu banyak sekali.

Yang sering disebut-sebut sebagai tokoh yang suka
mengulang-ngulang kisah ini adalah salah seorang di antara
yang berhak menyandang sebutan Sufi, Jabir putra al-Hayan,
yang dalam bahasa Latin di sebut Geber, yang juga penemu
alkimia Kristen.

Ia meninggal sekitar 790. Aslinya ia orang Sabia, menurut
para pengarang Barat, ia membuat penemuan-penemuan kimia
penting.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

Jalan Menuju Qona'ah

Qana'ah (rela dan menerima pemberian Allah subhanahu wata’ala apa adanya) adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta. Namun meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya bisa menekan sifat tamak dan membimbingnya menuju sikap zuhud dan qana'ah. Berikut ini beberapa kiat menuju qana'ah yang jika kita laksanakan maka dengan izin Allah seseorang akan dapat merealisasikan nya. Di antaranya yaitu: 1. Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu wata’ala, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu. Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.
2. Yaqin bahwa Rizki Telah Tertulis.
Seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, disebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya, "Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya." (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Seorang hamba hanya diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala yang memberinya rizki dan bahwa rizkinya telah tertulis.
3. Memikirkan Ayat-ayat al-Qur'an yang Agung.
Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). 'Amir bin Abdi Qais pernah berkata, "Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu):
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathiir:2)
“Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (QS.Yunus:107) “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6)
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. ath-Thalaq:7)
4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki
Di antara hikmah Allah subhanahu wata’ala menentu kan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberi kan pelayanan dan jasa. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32) “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS.Al an'am 165)
5. Banyak Memohon Qana'ah kepada Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling qana'ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah subhanahu wata’ala agar diberikan qana'ah, beliau bedoa, "Ya Allah berikan aku sikap qana'ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik." (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)
Dan karena saking qana'ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu wata’ala kecuali sekedar cukup untuk kehidu pan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, "Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja." (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)
6. Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian
Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti. Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana'ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.
7. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia
Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, "Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah." (HR.al-Bukhari dan Muslim) Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?
8. Membaca Kehidupan Salaf
Yakni melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana'ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.
9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta
Bahwa harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemilik nya jika dia tidak mendapatkan nya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula. Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.
10.Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda.
Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka itu relatif (nisbi). Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, "Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya."
Sumber:
“Al-Qana’ah, mafhumuha, manafi’uha, ath-thariq ilaiha,” hal 24-30, Ibrahim bin Muhammad al-Haqiil.